Subscribe:

Ads 468x60px




WELLPAPER

Jumat, 24 September 2010

Muhammad Shalih Al-Khuzaim dalam bukunya Shifat Shalat Qiyamullail, menjelaskan bahwa istighfar merupakan penutup amal saleh, penutup shalat, haji, puasa, dan juga penutup majelis. Istighfar berfungsi untuk menutupi kekurangan-kekurangan yang diperbuat selama melaksanakan ibadah tersebut. Selain itu, istighfar juga sebagai penyebab utama mendapatkan ampunan Allah SWT.

Karena itu, setiap Muslim hendaknya memperbanyak istighfar dalam berbagai kesempatan. Minimal mengucapkan: Astaghfirullah, Rabbighfirli, Allahummaghfirli, dan yang lainnya. Melalui istighfar tersebut seseorang akan memperoleh banyak keutamaan.

Pertama, dihapus kejelekannya dan diangkat derajatnya. "Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS An-Nisa' [4]: 110).

Kedua, dilapangkan rezeki, anak, harta, dan penyebab turunnya hujan. "Maka Aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah?" (QS Nuh [71]: 10-13).

Ketiga, ditambah kekuatannya. "Dan (dia berkata): 'Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa'." (QS Hud [11]: 52).

Keempat, dilenyapkan dosanya. Setiap dosa meninggalkan noda hitam pada hati. Noda hitam bisa lenyap dengan melakukan istighfar. "Sesungguhnya bila seorang Mukmin melakukan satu dosa, pada hatinya timbul satu noda hitam. Bila dia bertobat, berhenti dari maksiat, dan beristighfar, niscaya mengilap hatinya." (HR Ahmad).

Kelima, dimudahkan segala urusannya. "Barangsiapa membiasakan diri untuk beristighfar, Allah akan memberikan jalan keluar baginya dari setiap kesulitan, akan memberikan kebahagiaan dari setiap kesusahan, dan akan memberi rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka." (HR Abu Daud dan Ibnu Majah).

Untuk itu, ketahuilah, dalam sebuah atsar disebutkan bahwa, "Sesungguhnya Iblis pernah berkata: 'Aku membinasakan manusia dengan dosa, dan mereka membinasakanku dengan La Ilaha Illallah dan istighfar'." Wallahu a'lam.

Kamis, 19 Agustus 2010


Minggu, 08 Agustus 2010

Seorang ulama yang pernah menjabat sebagai ketua Al Lajnah Ad Da-imah Lil Buhuts wal Ifta’ (Komisi Fatwa di Saudi Arabia) yaitu Syaikh ‘Abdul Aziz bin ‘Abdillah bin Baz pernah ditanya:

“Apakah ada amalan-amalan khusus yang disyariatkan untuk menyambut bulan Ramadhan?”

Syaikh –rahimahullah- menjawab:

“Bulan Ramadhan adalah bulan yang paling utama dalam setahun. Karena pada bulan tersebut Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan amalan puasa sebagai suatu kewajiban dan menjadikannya sebagai salah satu rukun Islam yaitu rukun Islam yang keempat. Umat islam pada bulan tersebut disyariatkan untuk menghidupkannya dengan berbagai amalan.

Mengenai wajibnya puasa Ramadhan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ ، وَحَجِّ البَيْتِ

”Islam dibangun di atas lima perkara: persaksian bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan menunaikan haji ke Baitullah.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 8 dalam Al Iman, Bab “Islam dibangun atas lima perkara”, dan Muslim no. 16 dalam Al Imam, Bab “Rukun-rukun Islam”)
Nabi ‘alaihimush shalaatu was salaam bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ



“Barangsiapa melakukan puasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap ganjaran dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 2014 dalam Shalat Tarawih, Bab “Keutamaan Lailatul Qadr”, dan Muslim no. 760 dalam Shalat Musafir dan Qasharnya, Bab “Motivasi Qiyam Ramadhan”)

Aku tidak mengetahui ada amalan tertentu untuk menyambut bulan Ramadhan selain seorang muslim menyambutnya dengan bergembira, senang dan penuh suka cita serta bersyukur kepada Allah karena sudah berjumpa kembali dengan bulan Ramadhan. Semoga Allah memberi taufik dan menjadikan kita termasuk orang yang menghidupkan Ramadhan dengan berlomba-lomba dalam melakukan amalan shalih.

Berjumpa lagi dengan bulan Ramadhan sungguh merupakan nikmat besar dari Allah. OIeh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa memberikan kabar gembira kepada para sahabat karena datangnya bulan ini. Beliau menjelaskan keutamaan-keutamaan bulan Ramadhan dan janji-janji indah berupa pahala yang melimpah bagi orang yang berpuasa dan menghidupkannya.

Disyariatkan bagi seorang muslim untuk menyambut bulan Ramadhan yang mulia dengan melakukan taubat nashuhah (taubat yang sesungguhnya), mempersiapkan diri dalam puasa dan menghidupkan bulan tersebut dengan niat yang tulus dan tekad yang murni.”

[Pertanyaan di Majalah Ad Da’wah, 1284, 5/11/1411 H. Sumber : Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 15/9-10]

***
Demikian penjelasan dari Syaikh Ibnu Baz -rahimahullah-. Dari penjelasan singkat di atas dapat kita ambil pelajaran bahwa tidak ada amalan-amalan khusus untuk menyambut bulan Ramadhan selain bergembira dalam menyambutnya, melakukan taubat nashuhah, dan melakukan persiapan untuk berpuasa serta bertekad menghidupkan bulan tersebut.

Oleh karena itu, tidaklah tepat ada yang meyakini bahwa menjelang bulan Ramadhan adalah waktu utama untuk menziarahi kubur orang tua atau kerabat (yang dikenal dengan “nyadran”). Kita boleh setiap saat melakukan ziarah kubur agar hati kita semakin lembut karena mengingat kematian. Namun masalahnya adalah jika seseorang mengkhususkan ziarah kubur pada waktu tertentu dan meyakini bahwa menjelang Ramadhan adalah waktu utama untuk nyadran atau nyekar. Ini sungguh suatu kekeliruan karena tidak ada dasar dari ajaran Islam yang menuntunkan hal ini.

Juga tidaklah tepat amalan sebagian orang yang menyambut bulan Ramadhan dengan mandi besar terlebih dahulu. Amalan seperti ini juga tidak ada tuntunannya sama sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lebih parahnya lagi mandi semacam ini (yang dikenal dengan “padusan”) ada juga yang melakukannya campur baur laki-laki dan perempuan dalam satu tempat pemandian. Ini sungguh merupakan kesalahan yang besar karena tidak mengindahkan aturan Islam. Bagaimana mungkin Ramadhan disambut dengan perbuatan yang bisa mendatangkan murka Allah?!

Begitu pula dengan maaf memaafkan menjelang ramadhan, ini pun suatu amalan yang tidak tepat. Karena maaf memaafkan boleh kapan saja. Lantas mengapa dikhususkan menjelang Ramadhan? Apa dasarnya?

Semoga dengan bertambahnya ilmu, kita semakin baik dalam beramal. Semoga Allah selalu memberikan kita ilmu yang bermanfaat, memberikan kita rizki yang thoyib dan memberi kita petunjuk untuk beramal sesuai tuntunan.

Selasa, 03 Agustus 2010

Makna Dan Hakekat Tawakal

Dari segi bahasa, tawakal berasal dari kata ‘tawakala’ yang memiliki arti; menyerahkan, mempercayakan dan mewakilkan. (Munawir, 1984 : 1687). Seseorang yang bertawakal adalah seseorang yang menyerahkan, mempercayakan dan mewakilkan segala urusannya hanya kepada Allah SWT.

Sedangkan dari segi istilahnya, tawakal didefinisikan oleh beberapa ulama salaf, yang sesungguhnya memiliki muara yang sama. Diantara definisi mereka adalah:

1. Menurut Imam Ahmad bin Hambal.

Tawakal merupakan aktivias hati, artinya tawakal itu merupakan perbuatan yang dilakukan oleh hati, bukan sesuatu yang diucapkan oleh lisan, bukan pula sesuatu yang dilakukan oleh anggota tubuh. Dan tawakal juga bukan merupakan sebuah keilmuan dan pengetahuan. (Al-Jauzi/ Tahdzib Madarijis Salikin, tt : 337)

2. Ibnu Qoyim al-Jauzi

“Tawakal merupakan amalan dan ubudiyah (baca; penghambaan) hati dengan menyandarkan segala sesuatu hanya kepada Allah, tsiqah terhadap-Nya, berlindung hanya kepada-Nya dan ridha atas sesuatu yang menimpa dirinya, berdasarkan keyakinan bahwa Allah akan memberikannya segala ‘kecukupan’ bagi dirinya…, dengan tetap melaksanakan ‘sebab-sebab’ (baca ; faktor-faktor yang mengarakhkannya pada sesuatu yang dicarinya) serta usaha keras untuk dapat memperolehnya.” (Al-Jauzi/ Arruh fi Kalam ala Arwahil Amwat wal Ahya’ bidalail minal Kitab was Sunnah, 1975 : 254)


Sebagian ulama salafuna shaleh lainnya memberikan komentar beragam mengenai pernak pernik takawal, diantaranya adalah ungkapan : Jika dikatakan bahwa Dinul Islam secara umum meliputi dua aspek; yaitu al-isti’anah (meminta pertolongan Allah) dan al-inabah (taubat kepada Allah), maka tawakal merupakan setengah dari komponen Dinul Islam. Karena tawakal merupakan repleksi dari al-isti’anah (meminta pertolongan hanya kepada Allah SWT) : Seseorang yang hanya meminta pertolongan dan perlindungan kepada Allah, menyandarkan dirinya hanya kepada-Nya, maka pada hakekatnya ia bertawakal kepada Allah.

Salafus saleh lainnya, Sahl bin Abdillah al-Tasattiri juga mengemukakan bahwa ‘ilmu merupakan jalan menuju penghambaan kepada Allah. Penghambaan merupakan jalan menuju kewara’an (sifat menjauhkan diri dari segala kemaksiatan). Kewaraan merupakan jalan mmenuju pada kezuhudan. Dan kezuhudan merupakan jalan menuju pada ketawakalan. (Al-Jauzi, tt : 336)

Tawakal merupakan suatu hal yang sangat diperhatikan dalam Islam. Oleh karena itulah, kita dapat melihat, banyak sekali ayat-ayat ataupun hadits-hadits yang memiliki muatan mengenai tawakal kepada Allah SWT. Demikian juga para salafus shaleh, juga sangat memperhatikan masalah ini. Sehingga mereka memiliki ungkapan-ungkapan khusus mengenai tawakal.Sudah lama orang menyadari bahwa tidak setiap keinginan selalu terkabul. Namun yang penting dipahami, tak terkabulnya harapan dan cita-cita bukanlah akhir dari segalanya. Malah barangkali, keadaan itu merupakan langkah awal yang perlu diperjuangkan secara lebih keras lagi, hingga mencapai keberhasilan yang sempurna. Bukan keberhasilan yang prematur, yang sama sekali tidak sempurna. Karena bila keadaan yang terakhir ini terjadi, maka kesuksesan yang dicapai tidak lebih sekadar kesuksesan semu. Tidak memiliki fundamen dasar yang kokoh, hingga mudah runtuh ke dalam jurang kekecewaan yang dalam. Dan, mungkin membutuhkan waktu relatif lama untuk dapat bangkit kembali.

Bila kita sepakat dengan pernyataan di atas, hal itu menegaskan bahwa kita telah sependapat pula untuk menyatakan, di samping memiliki rasa optimisme, seseorang wajib pula memiliki kesabaran. Demi pencapaian harapan dan cita-cita yang ditetapkan, seseorang tidak dapat mengabaikan begitu saja tentang perlunya kemampuan untuk pengendalian diri, pengendalian emosi, serta pengendalian dorongan impuls lain yang negatif. Dan, itu semua butuh kesabaran hati. Sabar adalah sinar yang cahayanya jauh lebih kuat daripada hal lain. Karena menurut Husaini A. Madjid Hasyim dalam kitabnya (Riyadhus Shalihin , tanpa tahun), bahwa salat, sedekah, berpikir dan bersyukur itu belum sempurna kalau tidak ada kesabaran.

Adanya rasa kesabaran biasanya berjalan seiring dengan rasa tawakal, yakni kepasrahan diri tentang keberhasilan yang akan dicapai individu itu setelah melakukan berbagai ikhtiar dan usaha. Singkatnya, guna mencapai suatu keberhasilan yang optimum seseorang harus menguasai 3 (tiga) hal, yakni adanya keyakinan, kesabaran, dan tawakal atas apa-apa yang diharapkan dan dicita-citakannya. Sebab tanpa keyakinan, orang tidak akan memiliki optimisme untuk terus berjalan ke depan. Tanpa kesabaran, orang cenderung akan mengambil jalan pintas guna meraih apa yang dicitakannya. Dan, tanpa rasa tawakal, orang bakal menghadapi guncangan besar bilamana ternyata mengenai apa-apa yang didambakannya itu ternyata tidak dapat terrealisasikan.

Perhatikan nasihat yang dicuplik dari kita suci berikut ini:

“Mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan mengerjakan salat, karena sesungguhnya Allah bersama-sama orang-orang yang sabar. (Q.S. Al-Baqarah 153). Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka tawakallah kepada Allah (Q.S. At-Thalaq, 63:3). Dan, barangsiapa yang tawakal kepada Allah, maka Allah akan mencukupi (keperluannya) (Q.S. Al-Anfal, Q.S. 8:2).

Namun, kebanyakan orang masih salah dalam memberikan tafsiran mengenai apa yang dimaksudkan dengan sabar dan rasa tawakal. Bahkan secara ekstrem ada pendapat yang memahami bahwa kesabaran itu, seperti dilakukan orang-orang yang merenungi nasib dengan berdiam diri. Tidak bertindak apa-apa. Senantiasa menunggu keajaiban dari langit. Padahal yang dimaksudkan dengan kesabaran adalah bersikap menahan diri maupun emosi dari tindakan-tindakan negatif, seperti halnya mengambil jalan pintas, menerobos antrean, melakukan KKN (korupsi, kolusi, dan nepostisme), dan seterusnya.

Itulah sebabnya sebelum bersikap sabar, seseorang diharuskan berikhtiar terlebih dulu, yakni menggenapi usahanya guna mencapai keberhasilan. Baru setelah itu ia diwajibkan bersabar dan bertawakal. Menurut buku Dr. Schindler berjudul How to Live 365 Days a Year, seperti dikutip oleh David J. Schwartz, bahwa tiga dari empat ranjang di rumah sakit diisi oleh orang yang mengidap Emotionally Induced Illnes atau penyakit yang disebabkan emosi.

Sabar itu tidak ada batasnya. Sehingga bila mengalami kesalahan (error), ia wajib memperbaiki kesalahan itu dan terus bersikap sabar terhadap hasil akhirnya. Demikian seterusnya, dengan diiringi rasa tawakal. Jadi, adalah keliru adanya pendapat yang menyatakan, kesabaran itu ada batasnya. Maka, bila sesuatu telah melewati batas kesabaran seseorang memiliki alasan pembenar dan diperkenankan untuk bertindak tidak sabar. Menurut kata bijak, kemenangan kita yang paling besar bukanlah karena kita tidak pernah jatuh, melainkan karena kita mampu bangkit setelah jatuh.

Lakukanlah hal-hal yang menakutkan dan teruslah melakukannya. Itu adalah cara paling tepat dan paling pasti yang pernah ditemukan orang untuk menaklukkan kecemasan. Pribadi orang sukses senantiasa memahami bahwasanya kita mampu menaklukkan apa saja yang tengah dihadapi. Landasannya, positive thingking. Sebab bila tidak demikian, kita sendirilah yang bakal ditaklukkan keadaan.

Adalah lebih penting melakukan yang benar daripada melakukan dengan benar. Karena yang terakhir ini bisa saja terjadi mengenai perbuatan yang tidak benar, namun secara teknis operasional kita telah melakukannya dengan benar. Tak dapat dipungkiri bahwa jiwa manusia akan tergadaikan menurut apa yang telah diperbuatnya. Jika jatuh cinta, misalnya, maka tentu jiwa kita akan senantiasa menuruti apa pun kemauan dari rasa cinta itu sendiri. Bahkan nyaris, kita dapat dinyatakan tak lagi memiliki subyektifitas diri. Selalu dan akan selalu berupaya mengabulkan permintaan sang kekasih. Apa pun risikonya! Benarlah nasihat yang dicuplik dari kita suci berikut ini: “Setiap diri manusia itu tergadai (terikat) oleh apa yang diperbuat atau diusahakannya” (Q.S. Al-Mudatsir: 38).

Sabar dan tawakal adalah dua kata yang mudah diucapkan, namun perlu perjuangan keras untuk mewujudkannya. Karena kedua kata itu merupakan kunci keberhasilan bagi pribadi yang sukses. Tidak semua orang mampu bertindak demikian. Grafitasi kekuatan untuk tidak sabar laksana gaya tarik bumi yang membetot ekor pesawat ulang-alik dari dorongan roketnya untuk mampu menembus atmosfir bumi. Dibutuhkan kekuatan yang luar biasa untuk bersabar, sebelum akhirnya dengan mudah dapat menjelajahi wilayah angkasa luar tanpa membutuhkan kekuatan yang besar. Artinya, dengan mampu membiasakan diri berbuat sabar dan tawakal, maka pribadi yang demikian tidak akan mengalami kesulitan lagi.

Rabu, 28 Juli 2010

nasehat

KEUTAMAAN MEMBACA ALQUR'AN
Dari Abu Musa Al-Asy`arit berkata, Rasulullah bersabda: "Perumpamaan orang mukmin yang membaca Al Qur`an bagaikan buah limau baunya harum dan rasanya lezat. Dan perumpamaan orang mukmin yang tidak membaca Al Qur`an bagaikan kurma, rasanya lezat dan tidak berbau. Dan perumpamaan orang munafik yang membaca Al Qur`an bagaikan buah raihanah yang baunya harum dan rasanya pahit, dan perumpamaan orang munafik yang tidak membaca Al Qur`an bagaikan buah hanzholah tidak berbau dan rasanya pahit." Muttafaqun `Alaihi.

Merupakan suatu kewajiban bagi seorang muslim untuk selalu berinteraksi aktif dengan Al Qur`an, dan menjadikannya sebagai sumber inspirasi, berpikir dan bertindak. Membaca Al Qur`an merupakan langkah pertama dalam berinteraksi dengannya, dan untuk mengairahkan serta menghidupkan kembali kegairahan kita dalam membaca Al Qur`an, kami sampaikan beberapa keutamaan membaca Al Qur`an sebagai berikut :

1. Manusia yang terbaik.
Dari `Utsman bin `Affan, dari Nabi bersabda : "Sebaik-baik kalian yaitu orang yang mempelajari Al Qur`an dan mengajarkannya." H.R. Bukhari.

2. Dikumpulkan bersama para Malaikat.
Dari `Aisyah Radhiyallahu `Anha berkata, Rasulullah bersabda : "Orang yang membaca Al Qur`an dan ia mahir dalam membacanya maka ia akan dikumpulkan bersama para Malaikat yang mulia lagi berbakti. Sedangkan orang yang membaca Al Qur`an dan ia masih terbata-bata dan merasa berat (belum fasih) dalam membacanya, maka ia akan mendapat dua ganjaran." Muttafaqun `Alaihi.

3. Sebagai syafa`at di Hari Kiamat.
Dari Abu Umamah Al Bahili t berkata, saya telah mendengar Rasulullah bersabda : "Bacalah Al Qur`an !, maka sesungguhnya ia akan datang pada Hari Kiamat sebagai syafaat bagi ahlinya (yaitu orang yang membaca, mempelajari dan mengamalkannya)." H.R. Muslim.

4. Kenikmatan tiada tara
Dari Ibnu `Umar t, dari Nabi bersabda : "Tidak boleh seorang menginginkan apa yang dimiliki orang lain kecuali dalam dua hal; (Pertama) seorang yang diberi oleh Allah kepandaian tentang Al Qur`an maka dia mengimplementasikan (melaksanakan)nya sepanjang hari dan malam. Dan seorang yang diberi oleh Allah kekayaan harta maka dia infakkan sepanjang hari dan malam." Muttafaqun `Alaihi.

5. Ladang pahala.
Dari Abdullah bin Mas`ud t berkata, Rasulullah e : "Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Kitabullah (Al Qur`an) maka baginya satu kebaikan. Dan satu kebaikan akan dilipat gandakan dengan sepuluh kali lipat. Saya tidak mengatakan "Alif lam mim" itu satu huruf, tetapi "Alif" itu satu huruf, "Lam" itu satu huruf dan "Mim" itu satu huruf." H.R. At Tirmidzi dan berkata : "Hadits hasan shahih".

6. Kedua orang tuanya mendapatkan mahkota surga
Dari Muadz bin Anas t, bahwa Rasulullah e bersabda : "Barangsiapa yang membaca Al Qur`an dan mengamalkan apa yang terdapat di dalamnya, Allah akan mengenakan mahkota kepada kedua orangtuanya pada Hari Kiamat kelak. (Dimana) cahayanya lebih terang dari pada cahaya matahari di dunia. Maka kamu tidak akan menduga bahwa ganjaran itu disebabkan dengan amalan yang seperti ini. " H.R. Abu Daud.

KEMBALI KEPADA AL QUR`AN

Bukti empirik di lapangan terlihat dengan sangat jelas bahwa kaum muslimin pada saat ini telah jauh dari Al Qur`an Al Karim yang merupakan petunjuknya dalam mengarungi bahtera kehidupannya (The Way of Life). Firman Allah I :
Berkatalah Rasul:"Ya Rabbku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan al-Qur'an ini sesuatu yang tidak diacuhkan". (QS. 25:30)

Dan mereka (para musuh Islam) berusaha keras untuk menjauhkan kaum muslimin secara personal maupun kelompok dari sumber utama kekuatannya yaitu Al Qur`an Al Karim. Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Al Qur`an Al Karim mengenai target rahasia mereka dalam memerangi kaum muslimin dalam firman-Nya :
Dan orang-orang yang kafir berkata:"Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan al-Qur'an ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan (mereka). (QS. 41:26)

Jal Daston selaku perdana menteri Inggris mengemukakan : "Selagi Al Qur`an masih di tangan umat Islam, Eropa tidak akan dapat mengusai negara-negara Timur." (Lihat buku "Rencana Penghapusan Islam dan Pembantaian Kaum Muslimin di Abad Modern" oleh Nabil Bin Abdurrahman Al Mahisy / 13).
Jauhnya umat terhadap Al Qur`an Al Karim merupakan suatu masalah besar yang sangat fundamental dalam tubuh kaum muslimin. Perkara untuk mempedomi petunjuk Allah I melalui kitab-Nya, bukan sekedar perbuatan sunnah atau suatu pilihan. Firman Allah I :
Dan tidakkah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, dengan kesesatan yang nyata. (QS. 33:36)

Tegasnya, menjadikan kitab Allah Subhanahu wa Ta`ala sebagai sumber petunjuk satu-satunya dalam kehidupan dan mengembalikan segala masalah hanya kepada-Nya merupakan suatu keharusan oleh setiap diri kita. Kita sama-sama bersepakat bahwa dalam menanggulangi masalah kerusakan sebuah pesawat terbang, kita harus memanggil seorang insinyur yang membuat pesawat itu, dan kita sama-sama bersepakat bahwa seorang pilot yang akan mengoperasionalkan suatu pesawat terbang harus mengikuti buku petunjuk oprasional pesawat yang dikeluarkan dari perusahaan yang memproduksinya. Tetapi mengapa kita tidak mau menerapkan prinsip ini dalam diri kita sendiri. Allah I lah yang menciptakan kita dan hanya petunjuk-Nya yang benar. Sedang kita mengetahui bahwa pegangan yang mantap dan pengarahan yang benar hanyalah :
Katakanlah:"Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)". (QS. 2:120)

Ringkas dan tegas. Petunjuk Allah I itulah petunjuk. Selain dari itu bukan petunjuk. Tidak bertele-tele, tidak ada helah, tidak dapat ditukar. Rasulullah e bersabda :
"Sesungguhnya Allah mengangkat beberapa kaum dengan Kitab (Al Qur`an) ini dan menghinakan yang lain dengannya pula." H.R. Muslim.
Karena itu jangan sampai kita mengikuti hawa nafsu mereka yang menyimpang dari garis yang tegas ini :
Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (QS. 2:120)

Ringkasnya, ketika umat Islam telah jauh dari Kitabullah, maka musibah dan malapetaka serta segala jenis penyakit hati akan datang silih berganti, sebagaimana yang saat ini kita lihat sendiri secara kasat mata.

Kita berdoa kepada Allah I, semoga Dia I mengerakkan hati dan memudahkan langkah kita dan umat Islam lainnya untuk kembali kepada Kitabullah dan Sunnah Nabinya e sehingga menjadi umat yang terbaik sebagaimana firman-Nya I :
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (QS. 3:110)

Oleh : Muh. Khairuddin Rendusara.

KEKUATAN SEBUAH DO'A
"Ya Allah, jangan kembalikan aku ke keluargakau, dan limpahkanlah kepadaku kesyahidan."

Doa itu keluar dari mulut `Amru bin Jamuh, ketika ia bersiap-siap mengenakan baju perang dan bermaksud berangkat bersama kaum Muslimin ke medan Uhud. Ini adalah kali pertama bagi `Amru terjun ke medan perang, karena dia kakinya pincang. Di dalam Al-Quran disebutkan: "Tiada dosa atas orang-orang buta, atas orang-orang pincang dan atas orang sakit untuk tidak ikut berperang." (Qs Al-Fath:17)

Karena kepincangannya itu maka `Amru tidak wajib ikut berperang, di samping keempat anaknya telah pergi ke medan perang. Tidak seorangpun menduga `Amru dengan keadaannya yang seperti itu akan memanggul senjata dan bergabung dengan kaum Muslimin lainnya untuk berperang.

Sebenarnya, kaumnya telah mencegah dia dengan mengatakan: "Sadarilah hai `Amru, bahwa engkau pincang. Tak usahlah ikut berperang bersama Nabi saw."

Namun `Amru menjawab: "Mereka semua pergi ke surga, apakah aku harus duduk-duduk bersama kalian?"

Meski `Amru berkeras, kaumnya tetap mencegahnya pergi ke medan perang. Karena itu `Amru kemudian menghadap Rasulullah Saw dan berkata kepada beliau: "Wahai Rasulullah. Kaumku mencegahku pergi berperang bersama Tuan. Demi Allah, aku ingin menginjak surga dengan kakiku yang pincang ini."

"Engkau dimaafkan. Berperang tidak wajib atas dirimu." Kata Nabi mengingatkan.

"Aku tahu itu, wahai Rasulullah. Tetapi aku ingin berangkat ke sana." Kata `Amru tetap berkeras.

Melihat semangat yang begitu kuat, Rasulullah kemudian bersabda kepada kaum `Amru: "Biarlah dia pergi. Semoga Allah menganugerahkan kesyahidan kepadanya."

Dengan terpincang-pincang `Amru akhirnya ikut juga berperang di barisan depan bersama seorang anaknya. Mereka berperang dengan gagah berani, seakan-akan berteriak: "Aku mendambakan surga, aku mendambakan mati: sampai akhirnya ajal menemui mereka.

Setelah perang usai, kaum wanita yang ikut ke medan perang semuanya pulang. Di antara mereka adalah "Aisyah. Di tengah perjalanan pulang itu `Aisyah melihat Hindun, istri `Amru bin Jamuh sedang menuntun unta ke arah Madinah. `Aisyah bertanya: "Bagaimana beritanya?"

"Baik-baik , Rasulullah selamat Musibah yang ada ringan-ringan saja. Sedang orang-orang kafir pulang dengan kemarahan, "jawab Hindun.

"Mayat siapakah di atas unta itu?"
"Saudaraku, anakku dan suamiku."
"Akan dibawa ke mana?"
"Akan dikubur di Madinah."

Setelah itu Hindun melanjutkan perjalanan sambil menuntun untanya ke arah Madinah. Namun untanya berjalan terseot-seot lalu merebah.

"Barangkali terlalu berat," kata `Aisyah.
"Tidak. Unta ini kuat sekali. Mungkin ada sebab lain." Jawab Hindun.

Ia kemudian memukul unta tersebut sampai berdiri dan berjalan kembali, namun binatang itu berjalan dengan cepat ke arah Uhud dan lagi-lagi merebah ketika di belokkan ke arah Madinah. Menyaksikan pemandangan aneh itu, Hindun kemudian menghadap kepada Rasulullah dan menyampaikan peristiwa yang dialaminya: "Hai Rasulullah. Jasad saudaraku, anakku dan suamiku akan kubawa dengan unta ini untuk dikuburkan di Madinah. Tapi binatang ini tak mau berjalan bahkan berbalik ke Uhud dengan cepat."

Rasulullah berkata kepada Hindun: "Sungguh unta ini sangat kuat. Apakah suamimu tidak berkata apa-apa ketika hendak ke Uhud?"

"Benar ya Rasulullah. Ketika hendak berangkat dia menghadap ke kiblat dan berdoa: "Ya Allah, janganlah Engkau kembalikan aku ke keluargaku dan limpahkanlah kepadaku kesyahidan."

"Karena itulah unta ini tidak mau berangkat ke Medinah. Allah SWT tidak mau mengembalikan jasad ini ke Madinah" kata beliau lagi.

"Sesungguhnya diantara kamu sekalian ada orang-orang jika berdoa kepada Allah benar-benar dikabulkan. Diantara mereka itu adalah suamimu, `Amru bin Jumuh," sambung Nabi.

Setelah itu Rasulullah memerintahkan agar ketiga jasad itu dikuburkan di Uhud. Selanjutnya beliau berkata kepada Hindun: "Mereka akan bertemu di surga. `Amru bin Jumuh, suamimu; Khulad, anakmu; dan Abdullah, saudaramu."

"Ya Rasulullah. Doakan aku agar Allah mengumpulkan aku bersama mereka,: kata Hindun memohon kepada Nabi.

Senin, 10 Mei 2010

sepuluh risalah pemuda islam

SEPULUH RISALAH PEMUDA ISLAM

• PENDAHULUAN
Tak dapat disangkal lagi bahwa eksistensi pemuda Islam dalam kehidupan amat penting, karena merekalah yang memiliki potensi untuk mewarnai perjalanan sejarah umat manusia pada umumnya. Semua ideologi yang berorientasi pada strategi revolusi, menganggap pemuda sebagai tenaga paling revolusioner karena secara psikologis manusia mencapai puncak hamasah (gelora semangat) dan quwwatul jasad (kekuatan fisik) pada usia muda. Hal tersebut menumbuhkan semangat pergerakan, perubahan, bukan stagnasi ataupun status quo. Dalam setiap kurun waktu, kemarin, kini dan esok, pemuda senantiasa berdiri di garis terdepan. Baik sebagai pembela kebenaran yang gigih ataupun sebagai pembela kebatilan yang canggih.
Di dalam Al Qur’an, peran pemuda diungkapkan dalam kisah Ashabul Kahfi (18:9-22), kisah pemuda Ibrahim (21:60,69 dan 2:258) dan pemuda dibunuh oleh Ashabul Uhdud (lihat tafsir Ibnu Katsir Q.S. Al Buruuj) dan para Assabiqunal Awwalun pada umumnya berusia muda.
Pentingnya memanfaatkan masa muda digambarkan dalam hadist Rasulullah SAW, sebagai berikut: “Manfaatkan yang lima sebelum datang yang lima: masa mudamu sebellum datang masa tuamu; masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu; masa kayamu sebelum datang masa miskinmu; masa hidupmu sebelum datang masa matimu; masa luangmu sebelum datang masa sibukmu.” (H.R. Al Baihaqi)

• SEPULUH RISALAH PEMUDA
1. Memahami Islam
Mustahil pemuda dapat memuliakan Islam kalau mereka sendiri tidak memahami Islam (35:28, 58:11)
“Siapa yang dikehendaki Allah akan mendapat kebaikan, maka dipandaikanlah dalam agama.” (H.R. Bukhari-Muslim)
“Dunia ini terkutuk dan segala isinya terkutuk kecuali dzikrulloh dan yang serupa itu dan orang alim dan penuntut ilmu.” (H.R. At Tirmizi)
2. Mengimani segenap ajaran Islam
Iman kepada Allah dan Rasul-Nya pada hakikatnya merupakan sebuah sikap mental patuh dan tunduk (23:51). Tunduk patuh berlandaskan cinta kepada-Nya (2:165) dan ittiba’ (mengikuti) rasul-Nya (3:31, 53:3-4).
3. Mengamalkan dan mendakwahkan Islam
Ciri orang yang tidak mengalami kerugian (khusrin) dalam hidup adalah senantiasa mengamalkan dan mendakwahkan Islam (103:1-3, 41:33, 3:110, 9:71, 5:78-79).
“barang siapa menyeru kepada kebaikan maka ia akan memperoleh pahala sepadan dengan orang yang mengerjakannya.” (H.R. Muslim)
4. Berjihad dijalan Islam
Jihad adalah salah satu hal yang diwajibkan Allah kepada kaum muslimin. Said Hawa membagi jihad menjadi lima macam :
a. Jihad Lisaani, menyampaikan dakwah Islam kepada orang-orang kafir, munafik dan fasiq yang disertai dengan hujjah (argumentasi) yang dicontohkan oleh Nabi SAW. (5:62)
b. Jihad Maali atau jihad dengan harta (49:15, 9:111). Jihad dengan harta merupakan bagian vital bagi jihad yang lainnya, karena dakwah memerlukan sarana dan prasarana.
c. Jihad Bilyad wan nafs atau jihad dengan tangan/kekuatan dan jiwa (22:39, 2:190, 8:39, 9:36). Termasuk dalam jihad ini adalah menentang orang kafir, berusaha mengusir mereka dari bumi Islam, memerangi kaum murtad dalam negeri Islam, melawan pemberontakan atau pembangkangan atas negara Islam.
d. Jihad Siyaasi atau jihad politik.
e. Jihad Tarbawi/ta’limi, yakni bersungguh-sungguh mengajarkan, menyampaikan ilmu dan mendidik orang-orang yang ingin memahami Islam (3:79)
5. Sabar dan istiqomah di atas jalan Islam (21:83-85, 38:41-44, 37:100-107, 21:68-69, 71:5-9)
Keimanan harus dilanjutkan dengan kesabaran dan istiqamah. “Keyakinan dalam iman haruslah secara bulat dan kesabaran itu setengah dari iman.” (H.R. Abu Nu’aim)
6. Mempersaudarakan manusia dalam ikatan Islam
Pemuda seharusnya berperan dalam menjalin ukhuwah islamiyah sesama muslim (8:63, 59:9). “Setiap mukmin yang satu bagi mukmin lainnya bagaikan suatu bangunan, antara satu dengan yang lainnya saling mengokohkan,” (Al hadist)
7. Menggerakkan dan mengarahkan potensi umat Islam
Potensi umat Islam perlu diarahkan ke dalam amal jama’i secara efektif dan efisien (3:146)
8. Optimis terhadap masa depan Islam
Pemuda Islam tak boleh memiliki jiwa pesimis. Sebaliknya, harus optimis akan hasil perjuangan dan pertolongan serta balasan dari Allah SWT. Hanya orang kafirlah yang memiliki sifat pesimis (12:87, 15:56).
9. Introspeksi diri (muhasabah) terhadap segala aktivitas yang telah dilakukan
Introspeksi dan evaluasi dimaksudkan agar pemuda tidak mengulang kesalahan yang sama di hari mendatang, tidak terjebak dengan permasalahan yang sama dan mampu memperbaiki diri ke arah yang lebih baik (13:11).
“Seorang yang sempurna akalnya ialah yang mengoreksi dirinya dan bersiap dengan amal sebagai bekal untuk mati.” (H.R. At Tirmizi)
10. Ikhlas dalam segenap pengabdian di jalan Islam
Memurnikan niat karena Allah dalam ibadah, dan jihad merupakan masalah fundamental agar amal itu diterima sekaligus sukses.
“Sesungguhnya Allah menolong umat ini hanya karena orang-orang yang lemah di antara mereka yaitu dengan dakwah, shalat dan ikhlas mereka,” (H.R. An Nasai dari Sa’ad bin Abi Waqash)
soulheaven73.wordpress.com

Sabtu, 08 Mei 2010

kampoeng saya